Mengenal Sejarah Percetakan di Indonesia
Sebagian besar masyarakat mungkin tak menyangka, bahwa masuknya
teknologi percetakan di Indonesia juga memiliki sejarah tersendiri.
Dimana sejarah percetakan di Indonesia tersebut dimulai pada tahun 1659.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 1659 telah
masuk barang percetakan pertama yang diberi nama Almanak Tijdboek.
Diperkirakan sekitar abad ke-17 Nederland tertarik membuka usaha
percetakan di Indonesia, yaitu Jakarta. Pada tahun 1619 DKI Jakarta
sudah menjadi pusat pemerintahan pada zaman VOC.
Tak heran jika pada tahun 1668 VOC melakukan perjanjian kontrak dengan ahli penjilidan yang berasal dari Amsterdam. Diadakannya kontrak tersebut karena pihak penjilidan diminta oleh VOC untuk mencetak barang-barang yang dibutuhkan oleh VOC. Pada saat itu VOC juga menjual alat cetak kepada pihak penjilidan tersebut. Dua tahun kemudian VOC melakukan perjanjian kontrak dengan pihak lain yang memiliki keahlian dalam bidang percetakan dimana pada saat itu VOC juga memiliki pabrik pembuatan huruf.
Pencetak dan penerbit pertama tersebut kemudian membuka usaha di Jakarta dan berperan sebagai subkontraktor untuk kantor VOC setempat. Kemudian pada tahun 1677 pihak percetakan tersebut mencetak kamus bahan Belanda-Melayu, serta di tahun 1963 mencetak kitab perjanjian baru yang dibuat dalam bahasa Portugis atau disebut sebagai Asia Timur pada masa itu.
Meskipun di Jakarta pada masa itu sudah terdapat percetakan swasta tetapi VOC tetap mendirikan usaha percetakan pada tahun 1719. Percetakan tersebut diberi nama Castel Press. Kemudian percetakan VOC yang ketiga didirikan pada masa pemerintahan Jenderal Gustaaf Williem Baron Von Imhoff. Pada saat pemerintahan Gubernur Gustaaf inilah terbit surat kabar pertama dengan menggunakan bahasa Indonesia yang diterbitkan secara mingguan.
Karena dianggap membahayakan, VOC akhirnya menutup percetakan tersebut dan akhirnya ditutup pada tahun 1745. Pada sekitaran abad ke-18 masa dimana VOC mulai akan dibubarkan dan usaha percetakan swasta semakin berkembang menjadi usaha penerbitan. Mereka kemudian menerbitkan karya berupa puisi, almanak, surat kabar dan kamus. Tetapi cukup disayangkan ternyata penerbitan surat kabar tersebut harus ditutup kembali guna menjaga keamanan dan ketertiban di masa itu.
Tak heran jika pada tahun 1668 VOC melakukan perjanjian kontrak dengan ahli penjilidan yang berasal dari Amsterdam. Diadakannya kontrak tersebut karena pihak penjilidan diminta oleh VOC untuk mencetak barang-barang yang dibutuhkan oleh VOC. Pada saat itu VOC juga menjual alat cetak kepada pihak penjilidan tersebut. Dua tahun kemudian VOC melakukan perjanjian kontrak dengan pihak lain yang memiliki keahlian dalam bidang percetakan dimana pada saat itu VOC juga memiliki pabrik pembuatan huruf.
Pencetak dan penerbit pertama tersebut kemudian membuka usaha di Jakarta dan berperan sebagai subkontraktor untuk kantor VOC setempat. Kemudian pada tahun 1677 pihak percetakan tersebut mencetak kamus bahan Belanda-Melayu, serta di tahun 1963 mencetak kitab perjanjian baru yang dibuat dalam bahasa Portugis atau disebut sebagai Asia Timur pada masa itu.
Meskipun di Jakarta pada masa itu sudah terdapat percetakan swasta tetapi VOC tetap mendirikan usaha percetakan pada tahun 1719. Percetakan tersebut diberi nama Castel Press. Kemudian percetakan VOC yang ketiga didirikan pada masa pemerintahan Jenderal Gustaaf Williem Baron Von Imhoff. Pada saat pemerintahan Gubernur Gustaaf inilah terbit surat kabar pertama dengan menggunakan bahasa Indonesia yang diterbitkan secara mingguan.
Karena dianggap membahayakan, VOC akhirnya menutup percetakan tersebut dan akhirnya ditutup pada tahun 1745. Pada sekitaran abad ke-18 masa dimana VOC mulai akan dibubarkan dan usaha percetakan swasta semakin berkembang menjadi usaha penerbitan. Mereka kemudian menerbitkan karya berupa puisi, almanak, surat kabar dan kamus. Tetapi cukup disayangkan ternyata penerbitan surat kabar tersebut harus ditutup kembali guna menjaga keamanan dan ketertiban di masa itu.
Sejarah percetakan di Indonesia sejak saat ini masih menimbulkan tanda
tanya sebetulnya siapa yang menjadi pelopor perkembangan sejarah
percetakan di Indonesia, terutama kalangan pribumi. Sedangkan pada
awalnya penerbitan surat kabar masyarakat pribumi yang berbahasa melayu
dikelola secara gabungan oleh orang pribumi dan orang belanda.
Tetapi sejarah percetakan di Indonesia menganggap bahwa R.M Tirtoadisoerjo merupakan pelopor sekaligus perintis usaha percetakan yang di kalangan pribumi. Sebelumnya R.M Tirtoadisoerjo memiliki nama R.M Djokomono yang mendirikan toko buku, alat tulis serta toko alat tulis Jawa. Pada tahun 1904 beliau berhasil menerbitkan majalah lalu diikuti dengan penerbitan surat kabar di Bandung. Bahkan surat kabar tersebut pernah dicetak sebanyak 2000 eksemplar dan termasuk dalam jumlah yang besar di kala itu.
Pada tahun 1976 ada sebanyak 385 mesin cetak Offset didatangkan ke Indonesia. Dan perkembangan pesat dimulai pada tahun 1992 sampai 1997 dimana teknologi Computer To Film (CTF) mulai masuk ke Indonesia dimulai dari percetakan besar hingga sampai ke percetakan menengah dan kecil. Pada tahun 2000 penggunaan teknologi CTF mulai teralihkan perihal berkembangnya teknologi Computer To Plate (CTP) atau yang terkenal dengan merk Heidelberg, Screen, Scitex, Basys Print dan AGFA.
Tetapi sejarah percetakan di Indonesia menganggap bahwa R.M Tirtoadisoerjo merupakan pelopor sekaligus perintis usaha percetakan yang di kalangan pribumi. Sebelumnya R.M Tirtoadisoerjo memiliki nama R.M Djokomono yang mendirikan toko buku, alat tulis serta toko alat tulis Jawa. Pada tahun 1904 beliau berhasil menerbitkan majalah lalu diikuti dengan penerbitan surat kabar di Bandung. Bahkan surat kabar tersebut pernah dicetak sebanyak 2000 eksemplar dan termasuk dalam jumlah yang besar di kala itu.
Pada tahun 1976 ada sebanyak 385 mesin cetak Offset didatangkan ke Indonesia. Dan perkembangan pesat dimulai pada tahun 1992 sampai 1997 dimana teknologi Computer To Film (CTF) mulai masuk ke Indonesia dimulai dari percetakan besar hingga sampai ke percetakan menengah dan kecil. Pada tahun 2000 penggunaan teknologi CTF mulai teralihkan perihal berkembangnya teknologi Computer To Plate (CTP) atau yang terkenal dengan merk Heidelberg, Screen, Scitex, Basys Print dan AGFA.
Perkembangan terkini percetakan di Indonesia tumbuh pesat dengan CTP
dengan master dan tanpa master seperti salah satu yang terkenal adalah
HP Indigo, fuji jet press 750S. Kemudian era 2007 keatas muncul berbagai peluang menjanjikan seperti Digital Printing, 3D Printing, dan Water Transfer Printing.
Melalui penjelasan di atas, kini Anda bisa memperoleh informasi dan
wawasan mengenai sejarah percetakan di Indonesia yang dimulai sejak
zaman VOC sampai sekarang ini. Meskipun belum diketahui secara
pasti dalam bentuk data valid, tetapi setidaknya dapat diketahui
perjalanan perkembangan dunia percetakan yang dimulai dari kamus hingga
sekarang ini.
Sumber : https://solusiprinting.com